Jakarta, 14 Mei, 20204 – Halo Sobat Awal, teknologi kini telah menyatu dengan kehidupan kita, membawa kemudahan dan kecepatan dalam berkomunikasi serta mengakses informasi. Namun, di balik manfaat tersebut, ada juga ancaman yang mengintai, salah satunya adalah kejahatan siber atau cybercrime. Salah satu contoh mencolok di Indonesia adalah penyebaran revenge porn yang sempat menggemparkan media sosial, khususnya Twitter. Fenomena ini mengingatkan kita bahwa setiap kemajuan harus diimbangi dengan kesadaran dan kehati-hatian dalam menggunakan teknologi.
Pengertian Revenge Porn
Revenge porn, yang secara harfiah berarti “pornografi balas dendam,” adalah tindakan menyebarkan gambar atau video seksual eksplisit seseorang di internet sebagai bentuk balas dendam. Menurut Oxford Dictionary, revenge porn adalah tindakan menyebarkan gambar atau video seksual eksplisit dari seseorang yang diposting di internet. Sementara itu, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan menyebutkan bahwa revenge porn adalah penyebaran konten digital yang merusak reputasi dengan motif balas dendam. Selain penyebaran, revenge porn seringkali juga melibatkan penjualan konten.
Revenge porn bisa terjadi karena berbagai alasan, seperti perasaan sakit hati, kecemburuan, keinginan untuk memanipulasi korban, atau alasan lainnya. Di era digital saat ini, kasus revenge porn semakin merajalela. Berdasarkan data dari Komisi Nasional Perempuan, pada saat pandemi tahun 2020, kasus revenge porn meningkat menjadi 510 kasus dari 126 kasus di tahun 2019. Pada tahun 2021 tercatat 489 kasus dan pada 2022 mencapai 440 kasus.
Dampak Revenge Porn bagi Korban
Tindakan revenge porn memberikan banyak dampak buruk, terutama secara mental. Sekitar 93% korban mengalami gangguan tidur, trauma, gangguan kecemasan, depresi, PTSD, perasaan bersalah, dan dampak mental lainnya. Dampak mental ini juga mempengaruhi kondisi fisik korban, seperti kekurangan gizi, perubahan berat badan, penyakit lambung, ginjal, bahkan penyakit jantung.
Selain dampak fisik, dampak mental juga memberikan efek sosial yang signifikan. Korban sering merasa malu dan bersalah, yang dapat mendorong mereka untuk mengisolasi diri dari lingkungan sosial, merasa takut terhadap orang lain, dan mengalami berbagai dampak sosial lainnya.
Dengan berbagai dampak negatif ini, penting bagi hukum untuk memberikan konsekuensi yang setimpal kepada pelaku revenge porn dan melindungi korban dengan efektif.
Jerat Hukum Pelaku Revenge Porn
Dasar hukum mengenai jerat hukum pelaku revenge porn ada dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-Undang 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Dasar hukum tersebut dijabarkan sebagai berikut:
- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Jerat hukum pelaku revenge porn pada undang-undang ini termuat pada dua pasal. Pertama, pada Pasal 29 jo. Pasal 1 angka 8, yang berbunyi, setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000.
Kedua, pada Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 1 angka 8, yang berbunyi, setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000.
- Undang-Undang 44 Tahun 2008 tentang Pornografi
Jerat hukum pelaku revenge porn pada undang-undang ini termuat pada dua pasal. Pertama, pada Pasal 4 ayat (1), setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang, kekerasan seksual, masturbasi atau onani, ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan, alat kelamin atau pornografi anak.
Kedua, pada Pasal 29, setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000.000.
Dengan dasar hukum tersebut, apa yang dapat dilakukan korban revenge porn secara hukum?
Langkah Hukum bagi Korban Revenge Porn
Korban revenge porn dapat melaporkan kejadian ini ke Komisi Nasional Perempuan atau Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan untuk Keadilan (LBH APIK) di daerah masing-masing. Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal menjadi korban revenge porn, ingatlah bahwa Anda tidak sendirian dan ada bantuan yang tersedia.
Komisi Nasional Perempuan dan Awal Consulting siap mendengarkan cerita Anda dan memberikan dukungan hukum yang diperlukan. Jangan ragu untuk menghubungi kami—kami di sini untuk membantu Anda mendapatkan kembali kontrol atas hidup Anda dan menegakkan keadilan.