Jakarta, 29 Mei 2024- Halo Sobat Awal, kasus salah tangkap merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang serius dan sistematis, yang memungkinkan korban untuk menuntut ganti rugi dan rehabilitasi. Di Indonesia, perlindungan hukum bagi korban salah tangkap diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang memberikan hak kepada korban untuk menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan.
Hak Korban Salah Tangkap
Korban yang ditangkap dan sudah ditahan tanpa alasan yang sah berhak atas ganti rugi dan rehabilitasi. Ganti rugi yang dimaksud adalah imbalan sejumlah uang karena kerugian yang dialami, baik material maupun immaterial. Rehabilitasi adalah pemulihan hak dalam kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabat yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan, atau peradilan.
Ganti Kerugian
Ganti kerugian adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Apabila Terdakwa diproses hukum tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang (in case diputus bebas pada tingkat pertama dan kasasi), maka ia berhak menuntut ganti kerugian berupa imbalan sejumlah uang. Hal ini ditegaskan kembali dalam Pasal 95 ayat (1) KUHAP sebagai berikut:
“Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.”
Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Melihat kepada kasus yang Saudara jabarkan, dalam hal seseorang diputus bebas dan putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap (in kracht), Pasal 97 ayat (1) KUHAP secara tegas mengatur hak bagi yang bersangkutan untuk memperoleh rehabilitasi sebagai berikut:
“Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.”
Bentuk Ganti Rugi
Ganti rugi bagi korban salah tangkap dapat berupa:
- Materiil: Kerugian harta benda, seperti usaha yang tidak dapat dikerjakan selama masa tahanan.
- Immaterial: Kerugian yang diderita oleh korban dan keluarganya, termasuk stigma sosial dan gangguan psikologis.
Pasal 9 Peraturan Pemerintah No. 92 Tahun 2015 tentang pelaksanaan KUHAP mengatur bahwa besaran ganti kerugian yang dapat dituntut oleh korban salah tangkap diatur lebih lanjut dalam peraturan tersebut.
Jangka Waktu Mengajukan Tuntutan Ganti Kerugian
Mengenai jangka waktu pengajuan tuntutan ganti kerugian diatur dalam Pasal 7 ayat (1) PP 92/2015 sebagai berikut:
“Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP hanya dapat diajukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal petikan atau salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterima.”
Prosedur Pengajuan Ganti Rugi
Korban salah tangkap dapat mengajukan tuntutan ganti rugi melalui persidangan praperadilan di pengadilan negeri. Prosedur pengajuan meliputi beberapa tahapan:
- Pengajuan Permohonan: Korban atau kuasa hukumnya mengajukan permohonan ke pengadilan negeri dalam waktu tiga bulan sejak tanggal petikan putusan atau salinan putusan pengadilan tingkat kasasi diterima.
- Sidang Praperadilan: Pengadilan negeri akan menggelar sidang praperadilan untuk mendengar argumen dari kedua belah pihak.
- Keputusan: Jika permohonan dikabulkan, pengadilan akan memerintahkan pembayaran ganti rugi dan rehabilitasi kepada korban.
Selain itu, Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP paling sedikit Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP yang mengakibatkan luka berat atau cacat sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan, besarnya ganti kerugian paling sedikit Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP yang mengakibatkan mati, besarnya ganti kerugian paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Serta
Kesimpulan
Perlindungan hukum bagi korban salah tangkap di Indonesia mencakup hak untuk mendapatkan ganti rugi dan rehabilitasi. Korban yang mengalami kerugian akibat kesalahan penegak hukum memiliki hak untuk menuntut ganti rugi yang adil dan rehabilitasi untuk pemulihan martabat mereka. Proses hukum yang jelas dan tanggung jawab negara dalam melindungi hak asasi manusia menjadi kunci dalam menjamin keadilan bagi korban salah tangkap. Dengan adanya ketentuan dalam KUHAP dan peraturan pelaksana lainnya, korban salah tangkap dapat memperoleh perlindungan yang memadai dan memastikan bahwa hak-hak mereka dihormati dan dipulihkan. Langkah-langkah ini penting untuk memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan dan penegakan hukum di Indonesia. Selain itu, Negara bertanggung jawab atas korban salah tangkap karena prinsip penegakan hak asasi manusia. Aparat penegak hukum harus profesional dan berhati-hati dalam melakukan penangkapan untuk menghindari kesalahan yang dapat merugikan negara dan individu. Kemudian diperkuat oleh Pasal 1365 KUHPerdata yang menegaskan bahwa setiap perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain mewajibkan pihak yang melakukan perbuatan tersebut untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan