Jakarta, 18 Juni 2024 – Halo Sobat Awal! Tahukah kamu bahwa aturan mengenai warisan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)? Warisan adalah hak atau kewajiban yang ditinggalkan oleh pewaris kepada ahli waris. Pembagian warisan sering kali dinantikan dan bisa menjadi objek sengketa di pengadilan. Namun, tidak jarang pula ada ahli waris yang memilih untuk menolak warisan yang diberikan kepada mereka.
Menolak Warisan dalam KUHPerdata
Menurut Pasal 1045 KUHPerdata, tidak ada seorang pun yang diwajibkan untuk menerima warisan yang jatuh ke tangannya. Jika seseorang memutuskan untuk menolak warisan, penolakan tersebut harus dilakukan secara tegas melalui pernyataan yang dibuat di kepaniteraan Pengadilan Negeri di wilayah hukum tempat warisan tersebut terbuka, sebagaimana diatur dalam Pasal 1057 KUHPerdata. Hal ini memastikan bahwa penolakan dilakukan dengan cara yang sah dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Di dalam KUHPerdata, diatur tentang warisan, pihak yang berhak, dan penolakan warisan sebagaimana terdapat di dalam beberapa pasal berikut ini:
- Pasal 830 KUHPerdata: Pewarisan hanya terjadi karena kematian.
- Pasal 832 KUHPerdata: Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, serta suami atau istri yang hidup terlama. Bila keluarga sedarah dan suami atau istri yang hidup terlama tidak ada, maka semua harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi utang-utang orang yang meninggal tersebut, sejauh harta peninggalan mencukupi untuk itu.
- Pasal 1045 KUHPerdata: Tiada seorang pun diwajibkan untuk menerima warisan yang jatuh ke tangannya.
- Pasal 1057 KUHPerdata: Penolakan suatu warisan harus dilakukan dengan tegas dan harus terjadi dengan cara memberikan pernyataan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya warisan itu terbuka.
- Pasal 1058 KUHPerdata: Ahli waris yang menolak warisan dianggap tidak pernah menjadi ahli waris.
Berdasarkan ketentuan di atas, ahli waris berhak menolak suatu warisan. Penolakan warisan tersebut harus dinyatakan secara tertulis melalui Pengadilan Negeri yang berwenang.
Hukum Waris Islam
Sebaliknya, dalam aturan hukum waris Islam tidak terdapat hak dari ahli waris untuk menolak warisan. Berdasarkan asas ijbari, peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut kehendak Tuhan tanpa tergantung kepada kehendak dari pewaris atau permintaan dari ahli waris. Ketentuan ini diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), di antaranya:
– Pasal 187 ayat 2 KHI: “Sisa dari pengeluaran dimaksud di atas adalah merupakan harta warisan yang harus dibagikan kepada ahli waris yang berhak.”
– Pasal 171 huruf c KHI: “Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam, dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.”
Jika seseorang tidak memenuhi aturan hukum tersebut, maka ahli waris tersebut tidak berhak atas warisan.
Alasan Menolak Warisan
Dalam praktik, ada beberapa alasan mengapa seseorang menolak warisan. Faktor ekonomi sering kali menjadi alasan utama. Secara ekonomi, ahli waris merasa mampu dengan harta yang dimiliki, sehingga tidak perlu menerima warisan dan lebih memilih menyerahkannya kepada keluarga lainnya. Selain itu, ada pula yang menolak warisan karena tidak ingin menanggung utang pewaris, menghindari potensi masalah baru dengan pemilik utang.
Dengan memahami ketentuan hukum ini, ahli waris dapat membuat keputusan yang tepat terkait dengan penerimaan atau penolakan warisan yang diberikan kepada mereka.