You are currently viewing Langkah Apa yang dapat diambil Untuk Menghadapi Isu Cyber Law?

Langkah Apa yang dapat diambil Untuk Menghadapi Isu Cyber Law?

Perkembangan teknologi informasi telah membawa banyak kemudahan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, di balik manfaat tersebut, muncul pula tantangan baru karena isu terkait kejahatan pada ruang lingkup siber semakin berkembang. Seiring berkembangnya teknologi informasi, dunia siber telah menjadi ladang baru untuk aktivitas hukum dan kriminalitas.

Pada masa awal internet dikenal, regulasi hukum terhadap aktivitas daring masih sangat terbatas, sebagai salah satu isu yang terjadi pada tahun 1990an, Kevin Mitnick seorang hacker terkenal asal AS, mencuri data dan perangkat lunak dari perusahaan besar seperti Nokia dan Motorola. Saat itu, hukum belum sepenuhnya siap, sehingga proses penangkapannya memakan waktu lama dan melibatkan metode tradisional seperti penyadapan telepon dan pelacakan lokasi secara manual.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagai kerangka dasar hukum pada aktivitas digital. UU ITE mengatur berbagai bentuk kejahatan siber, termasuk pencurian data, hacking, penyebaran informasi palsu atau hoaks, pencemaran nama baik melalui media elektronik, dan penyebaran konten pornografi. Pasal-pasal dalam UU ITE ini memberikan dasar hukum bagi aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penindakan terhadap pelaku kejahatan siber.

Pada tahun 2022, Indonesia diguncang oleh serangkaian serangan siber dari sosok anonim bernama Bjorka. Ia membocorkan data pribadi warga, pejabat negara, bahkan dokumen rahasia pemerintahan, dan menyebarkannya di forum daring internasional. Beberapa pelanggaran yang dilakukan Bjorka antara lain pembobolan dan penyebaran data pribadi (doxing), akses ilegal ke sistem pemerintah, dan pelanggaran privasi warga dan pejabat negara. Kasus Bjorka menjadi simbol lemahnya infrastruktur keamanan siber di Indonesia, serta ketidaksiapan pemerintah dalam menghadapi serangan digital skala besar. Sehingga diperlukan pendekatan hukum dan teknis yang lebih terstruktur untuk diterapkan dalam mengatasi kejahatan siber yang serupa, antara lain sebagai berikut :

  1. UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE dan UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi harus menjadi dasar kuat untuk penindakan pelaku pembobolan data.
  2. Peran BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara) sangat penting dalam menganalisis pola serangan dan memperkuat pertahanan sistem.
  3. Memperkuat kerjasama Internasional, jika pelaku berada di luar negeri, Indonesia dapat memanfaatkan kerja sama internasional seperti Interpol Cybercrime Division / Budapest Convention on Cybercrime untuk melakukan ekstradisi atau penyelidikan lintas negara.
  4. Literasi digital harus diperkuat agar masyarakat sadar akan pentingnya menjaga privasi dan data pribadi dan bagi perusahaan penyedia layanan wajib memiliki sistem keamanan yang maksimal dan melakukan audit siber rutin.
  5. Melakukan optimalisasi untuk digital forensik dengan memanfaatkan teknologi pelacakan analisis jejak digital, dan pemulihan data untuk mengidentifikasi peretas secara akurat.
  6. Menjamin eksekusi dan tindakan tegas terhadap pelaku yang melakukan kejahatan, agar keamanan siber dapat dijunjung tinggi perlindungannya.

Kasus Bjorka menjadi pelajaran penting bahwa kejahatan digital bisa terjadi kapan saja dan menyerang siapa saja. Hukum siber perlu terus dikembangkan seiring kemajuan teknologi. Jika serangan seperti itu terjadi saat ini, Indonesia memiliki lebih banyak perangkat hukum dan teknologi untuk menanganinya, sehingga penanganan kejahatan siber di Indonesia memerlukan pendekatan menyeluruh kedepannya dengan penegakan hukum yang kuat, kerja sama dengan pihak-pihak terkait, teknologi yang andal, dan kesadaran masyarakat yang tinggi terhadap ancaman digital.

 

Kesimpulan

Di balik manfaat perkembangan teknologi informasi yang memberikan banyak kemudahan dalam kehidupan sehari-hari, muncul pula tantangan baru karena isu terkait kejahatan pada ruang lingkup siber semakin berkembang. Pada tahun 2022, Indonesia diguncang oleh serangkaian serangan siber dari sosok anonim bernama Bjorka. Ia membocorkan data pribadi warga, pejabat negara, bahkan dokumen rahasia pemerintahan, dan menyebarkannya di forum daring internasional. Kasus Bjorka menunjukkan bahwa kejahatan digital merupakan ancaman nyata yang dapat menimpa siapa saja, kapan saja. Oleh karena itu, Indonesia perlu terus mengembangkan hukum siber, meningkatkan teknologi pertahanan digital, memperkuat penegakan hukum, menjalin kerja sama lintas sektor, serta meningkatkan kesadaran masyarakat agar mampu menghadapi ancaman siber secara menyeluruh dan efektif di masa depan.